Menemukan Kembali Separuh Jiwa yang Hilang
Sobat, pernah nggak suatu ketika, kalian ngerasaain begitu sumpek dengan kuliah, ngga semangat pergi ke kelas. Bawaannya ngantuk, gerah dan malas. Enggan ngerjain tugas. Kalaupun dikerjain itupun tanpa usaha yang jelas. Yang penting beres, yo wes. Buyar kelas, tetiba langsung ngerasa fresh. Anehnya, semangat begitu berkobar ketika kita pindah ke outdoor atau non formal class (organisasi). Lincah bergerak kesana kemari. Begitu aktif bahkan rela tidak tidur demi mengerjakan kerjaan segunung di klub/organisasi. Bagi yang suka berorganisasi, rasanya paham deh dengan situasi ini.
“males ah masuk kelas. Lebih suka di organisasi aja”.
“assignment, presentation, entar aja deh. Ini masih ada kerjaan di kepanitiaan belum kelar”
“dosennya ngga asyik. Males perhatiin jadinya”.
“mata kuliah ini mah gampang. Tinggal baca buku selesai. Ngga perlu denger ceramah dosen juga inshaallah ngerti kok”.
“di kelas gue pasif. Hanya di organisasi gue baru hidup”.
Familiar dengan kalimat-kalimat itu?
Lost interest in the classroom, tapi begitu hidup ketika di organisasi. Dan biasanya ini banyak dialami oleh teman-teman mahasiswa S1. Dimana saat itu jiwanya sedang bersemangat tinggi untuk bergerak, karena mereka sedang berada dalam fase mengaktualisasikan diri, begitu kata Abraham Maslow. Ditambah dengan energi yang meluap-luap, hingga perlu tempat untuk menyalurkan. Tipikal jiwa pemuda. Maka, ikut berorganisasi adalah pilihan yang tepat. Begitu banyak hal menantang disana, cukup berbeda dengan situasi ketika berada di kelas untuk mendengarkan kuliah.
Banyak orang yang menganjurkan agar jangan hanya fokus di kuliah saja, tapi sebaiknya juga mencoba untuk belajar dan aktif berorganisasi. Karena soft skill itu justru banyak di dapat di luar kelas. Dan saya sangat setuju sekali dengan hal ini. Saya cukup mengerti hal ini karena saya pun pernah merasakannya.
Sekilas, ini terlihat hanya masalah kecil. Tapi benarkah demikian?
Sebenarnya, tidak ada yang salah ketika kita ingin aktif berorganisasi. Hanya saja ini akan menjadi masalah ketika akademik jadi terbengkalai. Bisa jadi karena energi kita sudah terkuras untuk mengurusi organisasi, hingga ketika tiba waktu untuk belajar, langsung K.O. tugas-tugas dikerjakan dengan sisa-sisa energi dan semangat. Di kelas jadi ngantuk. Dan ketika ujian tiba, nilai-nilai pun langsung terjun bebas. Oh, No!!!
Sob, ketika kita begitu aktif di organisasi, dan sayangnya di bidang akademik agak jomplang, orang jadi memiliki stigma negative terhadap organisasi. “tuuh kan, gara-gara ikut organisasi jadi turun nilainya”. Sob, ngerasa ngga, itu gara-gara kita! Kita yang menyuguhkan image itu ke khalayak ramai. Astaghfirullah…
Weits, bentar sob. Ini bukan menyarankan kalian untuk meninggalkan organisasi dan kembali fokus total hanya ke bangku kuliah. Oh, tidak. Mari berkaca pada kisah best student ini, Erica Goldson, bukan begini juga yang kita inginkan, kan?!
Organisasi mungkin sudah menjadi bagian dari diri kita. Organisasi adalah pelengkap akademik. Dan akademik adalah separuh jiwa kita yang lain. Keduanya saling melengkapi. Jadi organisasi itu bukan pelarian! Cateet!
Mungkin benar, banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Dosen yang monoton, mata kuliah yang kurang menarik, group mate yang bikin ngga sreg, dst. Ini yang kita sebut sebagai faktor eksternal.
Tapi sob, tau ngga? Orang bijak itu tidak akan menyalahkan orang lain. Mereka justru lebih suka instropeksi diri sendiri. Coba kita lihat statetement di atas tadi.
“Ahh, mata kuliah ini gampang. Cukup baca buku aja, selesai. Ngga perlu denger ceramah dosen juga inshaallah ngerti kok”.
Sob, nyadar ngga? Ucapan seperti ini sebenarnya sudah menandakan bahwa kita sudah sombong. Sombong, sob! Astaghfirullah.
Bukankah sudah dikatakan bahwa, sedikit saja ada rasa sombong di dalam diri, maka ilmu tidak akan masuk. Pantaslah dosen nerangin di depan kelas, kita ngga bisa fokus. Dan meskipun udah khatam bolak balik baca buku, masih saja ada yang ngga dimengerti.
Jadi gimana dong?
Tenang, sobat. First and foremost, yuk kita luruskan kembali niat kita. Terutama untuk teman-teman yang kuliah di Luar Negri. Kita flashback lagi. Niat awal untuk berada di negri ini apa. Melihat kembali bagaimana perjuangan kita serta orang-orang yang sudah begitu banyak membantu hingga akhirnya diri ini bisa menjejakkan kaki di luar negri. Kita highlight lagi, tentang harapan-harapan yang pernah di hampar, bukan hanya harapan kita, tapi juga harapan orang tua, keluarga, bahkan bangsa dan agama terhadap diri kita. Amanah yang sungguh luar biasa besar. Berat cuyyy. Dan beruntunglah… kalian adalah orang-orang terpilih itu.
Kedua, know yourself. Kenali dirimu, sob. Karena hanya kalian yang tahu seberapa kuat kalian sanggup menahan beban. Coba diperhatikan lagi, dengan kondisi sekarang misalnya, mana yang lebih utama untuk dikerjakan. Dengan mempertimbangkan efeknya ke depan. Seberapa persen kita ingin membagi fokus kita pada urusan akademik dan organisasi. Kapan waktu untuk belajar, kapan waktu untuk berorganisasi. Kita yang lebih berhak untuk mengatur ini, bukan orang lain. Karena kita yang akan menjalani, dan tentu yang akan menuai hasilnya.
Kemudian, udah waktunya juga nih kita perbaiki mindset dan attitude kita, baik terhadap organisasi, apalagi terhadap kuliah (akademik). Kalau memang misal, dosennya kurang sreg di kita, coba deh temukan cara lain supaya tetap interested dengan mata kuliahnya. Baca artikel, buku-buku lain, belajar dengan audio-visual, atau diskusi dengan senior.
Sedikit cerita kalau boleh. Saya dulu males banget ambil mata kuliah History of Civilization. Kalau bukan karena requirement, ngga akan mau masuk kelas itu. Sudahh gitu, monoton abis deh dosennya. At the middle of semester, I got totally lost. Lost of interest, dan terlebih lagi… lost of my mark. Nilai-nilainya begitu mengenaskan. Saya lantas sadar, ini ngga boleh dibiarkan, maka saya coba ganti strategi. Gimana caranya supaya interest itu muncul kembali. Tinimbang ngandalin ceramah dosen, saya ganti dengan nonton movie yang ada kaitannya dengan sejarah. Maklum, saya termasuk ahli sufi (suka film). Ini salah satu sarana belajar saya. Setelah nonton lalu analisa/diskusi. Hingga kemudian saya buat tulisan khusus tentang ini. Jadi sob, pilihan itu sebenarnya ada ditangan kita.
Nah, sobat. Coba deh perhatikan. Highest award for best student (The Royal Education Award) di IIUM itu diberikan kepada mahasiwa yang bukan hanya cemerlang di akademik saja, tapi juga bersinar di organisasi. Udah gitu, attitude-nya juga keren. Nahh, ini dia pemuda harapan bangsa. Seperti kata J-Vo:
Bokap kamu, nyokap kamu, tante kamu, pasti kan bangga padamu..
Punya anak sudah cakep juga sholeh, prestasinya ok.. Ini dieee!! #Nashid abege
Ok, sob. Selamat menemukan kembali setengah jiwamu yang hilang.
Penulis: Ratih Febrian
0 Komentar: