Showing posts with label Tafakkur. Show all posts


Gambar : bintang.com

Alkisah pada masa tabi’in, di suatu malam yang telah larut, rumah Imam Harun bin ‘Abdillah Al Baghdadi diketuk oleh seseorang dengan ketukan yang teramat pelan. “Siapa di luar?” tanya Imam Harun sembari membuka pintu rumahnya. “Ahmad”, begitu jawaban dengan intonasi yang sangat rendah yang diberikan oleh tamu tersebut. “Ahmad siapa?” Imam Harun masih bertanya untuk memperjelas siapakah gerangan tamu yang datang malam itu. “Ahmad bin Hambal. Boleh aku masuk?” lanjut si tamu. “Subhanallah, itu guruku!” sontak saja Imam Harun berseru begitu mendengar nama Ahmad bin Hambal. Tanpa bertanya lagi beliau langsung mempersilahkan Imam Ahmad untuk masuk.

Dengan berjingkat-jingkat Imam Ahmad berjalan memasuki rumah Imam Harun, duduk di kursi dengan gerakan yang sangat pelan untuk memastikan agar tidak ada bunyi-bunyian yang berasal dari gerakannya itu.

Setelah keduanya duduk, Imam harun kembali bertanya kepada gurunya tersebut. “Wahai Imam, kenapa tidak engkau panggil saja aku untuk menemuimu jika engkau memang memerlukan diriku?”. Imam Ahmad pun langsung menyahut dengan sedikit berbisik, “sssttt… jangan keras-keras, aku tahu diwaktu seperti ini engkau belum tidur, oleh sebab itu aku memberanikan diri untuk datang ke rumahmu.” “Apakah engkau mau menyampaikan sesuatu wahai Imam? Perihal apa? Apakah ada kaitannya dengan diriku? Silahkan disampaikan Imam.” kata Imam Harun lagi. Imam Ahmad menjawab “Iya. Begini Harun, tadi siang aku melihat engkau mengajar murid-muridmu. Ketika itu murid-muridmu terkena sinar matahari sedangkan engkau terlindungi oleh bayangan pohon. Lain kali jangan begitu. Jika engkau sedang mengajar, duduklah dalam keadaan yang sama seperti murid-muridmu.

Cuma itu yang ingin aku sampaikan Harun. Aku pamit dulu, Assalamu’alaikum.” Lalu Imam Ahmad pun kembali berjalan berjingkat-jingkat keluar dan kemudian berlalu meninggalkan rumah Imam Harun.

“Itulah guruku, Imam Ahmad bin Hambal. Beliau bisa saja menegurku siang tadi secara langsung, namun hal tersebut tidak beliau lakukan demi menjaga wibawaku di depan semua muridku. Beliau pun bisa saja datang ba’da Maghrib kemudian menegurku agar tidak melakukannya lagi, tapi beliau tidak mau itu didengar oleh keluargaku yang kemungkinan nantinya anak-anakku akan memandang lain kepadaku.

Beliau memilih waktu dimana yang lainnya telah tertidur sedangkan Aku masih terjaga. Beliau datang dengan sembunyi-sembunyi untuk memberikan nasehat kepadaku, bahkan seolah-olah tidak ingin syeitan tahu hal itu” tutur Imam Harun bin ‘Abdillah Al Baghdadi yang diceritakan sangat indah oleh Ustadz Salim A. Fillah dalam salah satu ceramah beliau.

Sebuah akhlak yang luar biasa santun yang telah dicontohkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam memberikan nasihat. Lembut, bertutur kata baik, tidak menggurui dan sangat cerdas dalam memilih waktu serta kondisi yang tepat untuk menasihati. Inilah yang menjadi salah satu kunci keberhasilah sebuah nasihat. Selain itu, niat ketika menyampaikan kebenaran pun haruslah karena Allah SWT. Menginginkan bahwa orang yang dinasihati tersebut kembali ke jalan Allah, bukan karena merasa kita lebih baik darinya.

Sedangkan jika posisinya adalah sebagai orang yang mendapatkan nasihat, kita pun bisa mengambil pelajaran dari sikap seorang Imam Harun bin ‘Abdillah Al Baghdadi ketika dinasihati oleh gurunya. Tidak menolak dan berlapang dada menerimanya. Karena sejatinya nasihat itu adalah sesuatu yang amat berharga. Jika sebuah nasihat diibaratkan sebagai berlian, maka dengan cara apapun kita mendapatkannya ia tetaplah berlian yang memiliki nilai yang sangat tinggi.
Wallahu a’lam.

Penulis : Auliza Hastri

Gambar : bintang.com Alkisah pada masa tabi’in, di suatu malam yang telah larut, rumah Imam Harun bin ‘Abdillah Al Baghdadi diketuk oleh ses...

Gambar : pinterest.com

Sungguh lembaran sejarah telah banyak bercerita betapa agungnya Muhammad Rasulullah SAW. Pantas saja jika seorang astrofisikawan Amerika Serikat Michael H. Hart pun tidak sanggup menyembunyikan kekagumannya pada Nabi Muhammad dengan menulis namanya diurutan pertama dalam bukunya “100 tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah”.

Kembali mengingat betapa kerasnya perjalanan da’wah Rasul, beliau tidak hanya di hujat, dicaci, diboikot, bahkan juga akan dibunuh. Tentu kita pun masih ingat bagaimana sambutan luar biasa orang –orang Thaif ketika beliau mengenalkan Islam, tidak hanya cacian tapi juga lemparan batu. Lalu apa yang dilakukan Rasulullah? Apakah membalas melemparinya dengan batu??? Tidak Rasulullah tidak melakukan itu bahkan ketika malaikat Jibril pun datang untuk menawarkan adzab apa yang beliau harapkan untuk orang-orang Bani Tsaqif ini, Rasul pun hanya membalasnya dengan do’a sebagaimana telah dirawayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Aisyah R.A berkata: “Wahai Rasulullah, pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwa Uhud?“ Jawab Rasulullah, “Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah dimana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib. Lalu aku angkat kepalaku, aku pandang dan tiba-tiba Jibril memanggilku seraya berkata, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu.“ Rasulullah melanjutkan, kemudian Malaikat penjaga gunung memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung, dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.“ Jawab Rasulullah, “Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.“ (HR. Bukhari Muslim).

Mari kembali mengingat bagaimana saat Rasul diludahi tiap kali keluar rumah oleh seorang Yahudi dan ini berlangsung setiap hari. YES, EVERYDAY!  Lalu apa reaksi Nabi Muhammad? Lagi… lagi beliau hanya tersenyum kepada orang yang meludahinya, membersihkan ludah yang menempel di badan atau bajunya, kemudian pergi meninggalkan yahudi itu. 

Sampai suatu pagi ketika Nabi Muhammad SAW lewat di depan rumah sang Yahudi, beliau heran karena tidak ada lagi ludah terbang. Satu hari lewat, dua hari lewat, sampai di hari ketiga tetap tidak ada ludah dari sang Yahudi. Rasulullah pun bertanya kepada para sahabat pergi kemana si Yahudi ini, dan beliau mendapat laporan bahwa ternyata dia sedang sakit. Reaksi spontan beliau saat mendengar Yahudi ini sakit adalah langsung mendatangi ke rumahnya. Sesampainya, Apakah rasul menertawakannya atau balas dengan meludahinya???  Tidak,  tapi beliau datang sebagai orang  pertama yang menjenguknya dan mendo’akan kesembuhan untuk yahudi ini.

Kisah lain yaitu tentang kisah beliau yang paling luar biasa bersama pengemis yahudi buta, di sudut pasar Madinah Al-Munawarah terdapat seorang pengemis Yahudi buta yang hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Setiap pagi Rasulullah S.A.W. mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah s.a.w. menyuap makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.  Rasulullah S.A.W  melakukannya hingga menjelang  Nabi Muhammad S.A.W wafat.



SubhanAllah, ini lah kesabaran dan kebijaksanaan yang Rasul ajarkan kepada ummatnya, sungguh beliau adalah teladan terbaik,Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab:21).  Sangat disayangkan jika pelajaran-pelajaran berharga dari beliau hanya sekedar menjadi penghias buku dongeng anak sebelum tidur, atau hanya menjadi pemanis bibir ketika berkhutbah. Bukankah selama ini kita dengan sangat bangga mengatakan “Bahwa kami adalah ummat Muhammad” ???

Ada kalanya memang dikondisi tertentu “perasaan” menjadi “raja”, dan mungkin inilah hikmah kenapa Allah mengajarkan hambaNya untuk selalu berperasangka baik, tidak setiap sesuatu yang menyakitkan itu datangnya karena sifat dengki, tidak setiap cacian, hujatan itu hadir karena kebencian. Bahkan orang tua kita pun dalam menyampaikan nasihat tidak selalu dengan senyuman dan pelukan, terkadang ada sebagian orang tua menyampaikan sayangnya dengan sindiran atau tak jarang dengan cubitan. Hanya bentuk penyampaiannya saja yang berbeda, maksudnya tetap sama untuk meluapkan rasa “CINTA” kepada anak-anaknya.

Jika pada akhirnya pun terbukti setiap hujatan yang mengalir itu karena kebencian, kita semua pun tau jika  mengalah bukan berarti kalah, namun mengalah untuk merangkul dan selanjutnya untuk menang”. Dengan mengutip tulisan  dari Muhammad Assad "Notes From Qatar" : "you may lose the battle but you win the war". Kewajiban kita hanya berbuat baik sebanyak dan sebisa yang kita lakukan, dalam kondisi seburuk apapun dan bersama siapapun, bukankah itu yang Allah ajarkan kepada kita dalam Al-Qur’an??? Sebagaimana dalam QS. An-Nahl : 90 Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berlaku baik.”

Sampai kapanpun kita harus menyadari bahwa kita manusia, hidup bersama manusia dan harus dimanusiakan karena “We are a human not an angel”. Kita adalah manusia biasa bukan malaikat dan sifat dasar manusia ialah pelupa dan salah. Dan sejatinya kita dituntut untuk terus belajar mengenal, mengerti, dan memahami makna “CINTA”. Semoga bermanfaat. WALLAHU A’LAM.

Penulis : Azkiya

Gambar : pinterest.com Sungguh lembaran sejarah telah banyak bercerita betapa agungnya Muhammad Rasulullah SAW. Pantas saja jika seorang ast...


Gambar:  anneahira.com


 Ada sebuah jalan
panjang jarak tempuhnya
dan juga terjal medannya
Aduhai, jalan apa itu?
Jalan yang tidak ditempuh kaum-kaum terdahulu
Pun kaum nabi nuh, Ibrahim, musa, isa tidak menempuhnya
barulah kita sebagai kaum nabi Muhammad diminta untuk melaluinya
Aduhai, jalan apa itu?
Jalan yang dimana kita tidak diminta untuk sampai ke ujungnya
Akan tetapi hanya diminta untuk mati di atasnya
Aduhai, jalan apa itu?
Ketahuilah wahai saudaraku
Jalan itu adalah
Jalan dakwah.



قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَ مَآ أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata (ilmu dan keyakinan). Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [Yusuf:108].

Sungguh jalan ini adalah jalan yang amat panjang. Yang tidak hanya ditempuh dalam hitungan menit, hari, ataupun tahun bahkan milenia. 22 tahun umur beliau setelah bi’tsah nubbuwah hingga akhir hayat beliau, Rasulullah SAW  habiskan disana. Tidak pula dengan terburu buru dalam melaluinya, yang berharap sekarang berdakwah dan keesokannya sudah berhasil. Bukan, dakwah bukanlah seperti itu. Tabarraka rahman, sungguh indah jalan ini. 
Dakwah bukan sekedar berbicara di depan umum, menyampaikan kultum, khutbah, ataupun ceramah. Akan tetapi meliputi berbagai macam aspek dalam hidup kita. Bahkan gerak gerik tubuh kita, aktifitas kita bisa berwujud dakwah jika dilandasi dengan niat yang tepat dan perbuatan yang benar. Janganlah kau anggap yang di depan umum menyampaikan ayat-ayat Allah lebih berdakwah ketimbang panitia konsumsi yang menyiapkan makanan untuk para jamaah. Jangan juga kau mengira bahwasanya yang duduk di shaf awal dalam suatu pengajian lebih berdakwah ketimbang yang dibelakang. Bisa jadi yang duduk-duduk dibelakang malah lebih berdakwah.
Hobi kita pun bisa menjadi dakwah bagi kita. Ada yang bertanya, “hobi saya kan Rihlah/traveling, mana bisa jadi lahan berdakwah” jawabannya, tentu saja bisa. Jadilah seperti burung hud-hud, yang dimana rihlahnya tercatat dalam catatan sejarah sebagai rihlah dakwah. Mengabarkan kepada nabi sulaiman bahwasanya ada suatu negeri yang aman, makmur, sejahtera namun penduduk negeri itu masih menyekutukan Allah dengan menjadikan matahari sebagai sesembahan mereka, yaitu negeri saba’. Jadilah agent agent dakwah dengan menjadi the next Ibnu Batutah. Jelajahi bumi Allah yang luas ini, singgahi berbagai macam negeri-negeri di bumi ini. 
Sampaikanlah barang sepatah dua patah ayat kepada orang-orang yang merindukan cahaya hidayah di dalam hati mereka. Sehingga saya berikrar di dalam hati akan menjelajahi bumi Allah yang luas ini, singgah diberbagai macam negeri, menginjakkan kaki di bermacam benua untuk menyampaikan bahwasanya Allah adalah satu-satunya dzat yang pantas untuk disembah. Bukan sekedar perjalanan untuk liburan saja, akan tetapi ada suatu misi yang diemban untuk dapat disampaikan. Oleh karena itu, para sahabat-sahabat, kakak kelas, maupun adik kelas yang membaca tulisan saya ini mohon doanya agar beberapa tahun kedepan setelah antum-antum membaca tulisan ini, saya Athariq Faisal sudah menjadi seseorang yang dapat menyampaikan barang seayat ataupun dua ayat ilmu di berbagai belahan dunia. Menjadi the next Ibnu Batutah sang penjelajah untuk menyampaikan ayat-ayat Allah.
Betapa banyak barakah yang terdapat dijalan dakwah ini. Status kita sekarang sebagai mahasiswa tidak menghalangi kita untuk berdakwah. Jadilah mahasiswa “KUDA KUDA” Kuliah dakwah, kuliah dakwah. Bukan sekedar mahasiswa “KUPU KUPU” kuliah pulang, kuliah pulang. Bergabunglah disuatu jamaah atau organisasi. Sebab dengan bergabung di salah satu organisasi, apalagi organisasi itu adalah organisasi keislaman dapat menjadikan kita terpacu untuk berkontribusi kepada sesama.
Sibukan diri dengan kegiatan kegiatan positif hingga kita tidak sempat untuk sekedar memikirkan hal-hal yang sia-sia. Juga menjadi sebab mengapa kita harus bergabung di dalam suatu jamaah atau organisasi adalah suatu perkataan yang masyhur dinisbatkan kepada sayyidina Ali rhadiyalahu anhu, yaitu kalimat “Kalau ada kebenaran yang tidak tertata dengan baik, maka dia akan dikalahkan dengan kebatilan yang tertata dengan baik” itu sebab kita harus bergabung di dalam suatu organisasi untuk bersama-sama menyusun suatu program yang jitu yang innovatif untuk mengajak masa sebanyak-banyaknya masa untuk bergabung di program tersebut dan kemudian, kita sisipkan dakwah di dalamnya.
Berdakwah juga memerlukan seni ataupun metode-metode khusus dalam penyampaiannya. Ada sebuah kisah unik, menceritakan tentang seseorang yang ingin masuk islam. Orang itu dituntun untuk bersyahadat oleh petugas kantor keagamaan. dia melafalkan kalimat syahadat dengan terbata-bata karena saking susahnya mengucapkan lafadz arab. “as ngadu.... as ngatu...” sehingga berulang kali petugas itu membetulkannya. Si petugas sangat bersikeras agar si muallaf mengucapkan kalimat syahadat dengan fasyih dan benar. Tidak boleh ada salah sedikitpun. Sehingga hampir 10 menit muallaf itu mati-matian berusaha mengucapkan kalimat syahadat dengan benar. Sang muallaf berkata di dalam hati “masuk islam susah betul ya, baru masuk aja udah disuruh harus ngomong bahasa arab yang fasih”.
Belum sampai disitu penderitaan sang muallaf, sang petugas lalu menanyakan sebuah pertanyaan yang biasa ditanyakan kepada orang yang baru masuk islam. “bapak sudah disunat?, kalau belum pokoknya bapak harus disunat malam ini juga!” lantas si muallaf marah “agama macam apa ini!, tadi saya mati-matian disuruh ngucapin lafadz arab, sekarang saya disuruh sunat. Mending saya ga jadi masuk islam aja deh. Awal-awalnya aja susah, apalagi yang lain.
Jika kita berkaca pada kisah tersebut, siapakah yang patut untuk dipersalahkan? Si muallaf kah yang salah? atau si petugas? Jelas, sikap yang kurang tepat adalah sikap sang petugas dikarenakan kesalahan dalam memilih metode dakwah bagi mad’u. Seharusnya sang petugas memberi kemudahan bagi sang muallaf ketika melafalkan syahadat dengan mentoleransi kesalahan-kesalahan dalam penyebutannya. Dan juga tidak menyuruh sang muallaf untuk langsung disunat.
Berilah kemudahan bagi orang-orang muallaf yang baru saja masuk islam.Tekankan dalam perkara-perkara aqidah terlebih dahulu, ajari sholat secara pelan-pelan, beri kemudahan, beri kelapangan. Belajarlah dari para walisongo yang dengan luar biasanya mampu menjadikan nusantara bermayoritaskan muslim yang sebelumnya bermayoriaskan hindu. Lihat bagaimana metode sunan kalijaga, sunan kudus, sunan ampel, dan sunan-sunan lainnya dalam berdakwah. Betapa jitunya cara mereka dalam berdakwah. Sehingga saya sering bertanya-tanya juga “adakah di zaman sekarang, sebuah organisasi dakwah yang bisa menyamai kualitas dari walisongo?” Betapa luar biasanya mereka, dengan sunan yang berjumlah 9 orang mereka pergi ke penjuru nusantara untuk menyebarkan agama islam dan berhasil.
Coba sekarang ada atau tidak suatu organisasi dakwah yang mampu mengirimkan 9 delegasi mereka ke suatu negeri bilang saja negara jepang untuk berdakwah disana dan dapat mengubah mayoritas penduduk beragama shinto menjadi mayoritas islam dalam kurun waktu tertentu. Semoga kedepannya akan hadir sosok-sosok seperti walisongo yang dengan dakwahnya menyebar rahmah bukan musibah, menyebar kasih bukan perih.
Mari kita bersama-sama untuk selalu menjadikan amalan kita menjadi suatu gerak amal dakwah bagi sesama. Menjadi agent of change, menjadi umat yang selalu menyanding selendang dakwah di bahunya. Dan mudah mudahan di akhir hayat kita, kita tetap berada di atas jalan dakwah ini sehingga kita tercatat sebagai hamba yang berusaha untuk menyebar kebaikan disisi rabbnya, aamiin yarabbal ‘alamiin. Wallahu a’lam bi showaab. 

Penulis: Athariq Faisal

Gambar:  anneahira.com   Ada sebuah jalan panjang jarak tempuhnya dan juga terjal medannya Aduhai, jalan apa i tu ? Jalan yang tidak ditempu...


Gambar : islamituindah.my



“Kerjakanlah shalat malam, karena shalat malam itu kebiasaan orang-orang yang shaleh sebelum kamu dahulu, juga suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, juga sebagai penebus pada segala kejahatan (dosa) mencegah dosa serta dapat menghindarkan penyakit dari badan”. (HR.Imam Tirmidzi & Ahmad)

Kutipan hadist diatas merupakan satu dari banyaknya hadist yang meriwayatkan tentang shalat tahajud. Dari terjemahan hadist diatas kita bisa merenungi bahwa shalat tahajud merupakan shalat sunnah yang tidak biasa, shalat yang Allah khususkan derajatnya, dan merupakan shalat sunnah yang mempunyai ganjaran lebih dibanding shalat sunnah lainnya. 

Banyak hal yang dapat kita petik manfaatnya dari shalat tahajud, sebagai contoh ketika seseorang ingin belajar di malam hari ia pasti menggunakan waktu sepertiga malamnya agar bisa menyerap pelajaran dengan mudah, di waktu itulah ketika Allah melihat usaha kita dan kita pergunakan waktu tersebut untuk menunaikan shalat dan bermunajat kepada Allah. Inilah mengapa shalat tahajud memiliki ganjaran yang lebih dibanding shalat sunnah lainnya, karna selain mendapat pahala, sebagai penghalang berbuat salah, dan menghindarkan dari penyakit, orang-orang yang menunaikan Shalat tahajud juga termasuk tiga golongan manusia yang dicintai oleh Allah.

Shalat tahajud merupakan ibadah yang menakjubkan.. Dari sisi kesehatan misalnya, menurut Dr. Abdul Hamid Diyab dan Dr. Ah Qurquz mengatakan “shalat malam dapat meningkatkan daya tahan (imunitas) tubuh terhadap berbagai penyakit yang menyerang jantung, otak dan organ-organ tubuh yang lain”, menakjubkan bukan? Itu hanya baru berbicara soal kesehatan, selain itu hadist lain mengatakan “Mengapa orang yang selalu melakukan shalat Tahajud wajahnya lebih indah? Sebab mereka menyendiri bersama Ar-Rahman (Allah), sehingga Allah memberikan kepadanya cahaya-Nya.”[38]. 

Keutamaan lain dari melaksanakan shalat sunnah sepertiga malam ini adalah ibadah yang sangat dicintai Allah, mengapa? Karna selain mendapatkan manfaat yang banyak, shalat ini memiliki kedudukan yang lebih di mata Allah, ketika di hari kiamat kelak orang-orang yang di dunia nya istiqomah melakukan solat tahajud akan mendapat keringanan ketika di hisab, dapat dengan mudah menyebrangi jembatan Shirotol Mustaqim yang dibaratkan seperti halilintar yang menyambar, catatan amalnya diberikan ditangan kanan,dll. 

Selain mendapat ganjaran di hari kiamat kelak, di dunia pun Allah memberikan ganjaran yang tidak biasa, seperti dipelihara oleh Allah SWT dari segala mara bahaya, akan dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh semua manusia, lidahnya akan mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung hikmah, dan masih banyak lagi.

Shalat tahajud merupakan shalat sunnah yang ‘wajib’ dikerjakan bagi umat Islam, terutama untuk pemuda-pemudi di zaman sekarang ini. Kebutuhan rohani seseorang tidak akan terpenuhi jika tidak diimbangi dengan amalan-amalan sunnah yang mungkin menurut kita hanya mendapat ganjaran yang kecil namun mendapat pahala yang tak disangka-sangka. Dan satu lagi sebuah perkataan "Jika impiamu tidak mampu membuatmu bangun malam dan mendirikan solat tahajud, maka impian itu tidak seserius yang engkau inginkan".  Shalat tahajud inilah salah satu shalat sunnah yang apabila kita kerjakan mendapat banyak kebaikan dan jika tidak dikerjakan akan merasa merugi. Wallahu a’lam.


Penulis : Pe Nasya

Gambar : islamituindah.my “Kerjakanlah shalat malam, karena shalat malam itu kebiasaan orang-orang yang shaleh sebelum kamu dahulu, juga sua...


Gambar : colormywords.wordpress.com

Belakangan ini, banyak kita temui kejadian-kejadian memilukan antara orang tua dan anak. Dimana seorang anak tega menendang ibunya lantaran tidak dikabulkan keinginannya. Ada seorang anak yang tega berkata " Dasar orang tua tidak bisa diandalkan," hanya karna tak terpenuhi keinginan untuk membeli gadget baru.

Kondisi seperti ini membuat hati seperti tertusuk ribuan pedang sayyidina 'Ali yang begitu tajam. Tidakkah anak-anak ini mengetahui bahwa, jika bukan karna doa orang tua, mungkin berapa ribu azab sudah Allah turunkan karna perilaku mereka. Tidakkah mereka tau, berapa tetes air mata yang tumpah lantara do’a untuk keselamatan, kebaikan dan kesuksesan anaknya. Tidak sadarkah mereka, berapa ribu kali ibu dan ayahnya terjatuh dan merasakan sakit hanya untuk mencari sepuluh ribu rupiah demi sepotong ayam untuk anaknya.

Entah apa yang ada di pikiran mereka, begitu tega dan berani berlaku kasar kepada ibu dan ayahnya. Tahukah mereka? Bahwa kebaikan 1000 kali akan sirna hanya dengan sekali bentakan terhadap orang tua.

Untuk sahabat yang saya sayangi, yang sempat berlaku tidak baik kepada orang tua, yang sempat tidak menghargai jerih payah dan air mata mereka, yang sempat bermuka masam tanpa berpikir betapa letihnya mereka atau sempat lupa untuk sekedar bertanya kabar kedua orang tua, marilah mulai saat dan detik ini kita sama-sama belajar. Belajar untuk terus berbakti pada orangtua. Belajar dari sejarah para ulama, bagaimana cara mereka mencintai ibu dan ayahnya, hingga Allah janjikan kepadanya Syurga tanpa syarat.

Lihatlah apa yang dilakukan seorang sahabat nabi bernama Usamah bin Zaid, yang rela membeli pohon kurma seharga seribu dinar kemudian menghancurkannya demi mengambil bagian putih yang ada di dalamnya untuk diberikan kepada ibunya. Di saat pohon mahal ini dihancurkan, Usamah bin Zaid ditanya, " untuk apa kamu menghancurkan pohon semahal ini hanya untuk mengambil sebagianya saja?" Kemudian beliau jawab, " Sesungguhnya ibuku menginginkanya. Dan apapun yang ibuku mau, dengan segala kemampuanku aku akan mengabulkannya".

Dimana posisi kita wahai sahabat? Dimana kadar kecintaan kita terhadap kedua orang tua? Relakah kita melakukakan apapun yang mereka minta sebagaimana yang dilakukan oleh seorang Sayyidina Usaman bin Zaid? Relakah melimpahnya harta kita, dihabiskan hanya untuk keinginan sang ayah bunda?

Lihat juga apa yang dilakukan seorang ulama besar bernama Hayyuyah ibn Syarih. Di saat dia sedang mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya. Di saat itu juga tiba-tiba sang ibu memanggilnya, " Wahai Hayyuyah, tolong sembelihkan ayam untukku." Kata sang ibu. Seketika itu juga, dihentikanlah pelajaran, dan beliau tunaikan perintah sang bunda.

Dimana posisi kita dari Imam Hayyuyah, dimana derajat kita dari Imam Hayyuah. Sekalipun beliau dihormati karna keilmuanya, beliau tetaplah seorang anak. Yang jika di panggil ibundanya, disambut dan ditinggalkan apapun demi mematuhinya. Lantas kita? Apa yang sudah kita perbuat kepada kedua orang tua, sudahkan menyambut panggilannya? 

Lihat juga apa yang dilakukan oleh Uwais Al-Qarni terhadap ibunya. Yang rela menggendong sang ibu dari Yaman menuju Makkah hanya demi mengabulkan keinginan ibunda untuk berhaji. Tanpa kendaraan dan semua dilakukan dengan berjalan kaki. 
Dari semua contoh mulia ini, dimanakah posisi kita saat ini? 

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَأَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا
Artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya  kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sakali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkatan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (Q.S. Al Isra' : 23)

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا    
Artinya : "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Q.S. Al Isra' : 24)

Mudah-mudahan kita semua dapat terus dilimpahkan Hidayah, Ilmu dan ampunanNya sehingga kita dapat menjadi anak yang sempurna mencintai kedua orang tua , serta menjadi sebab masuknya orangtua kita ke jannahNya...Aamiin aamiin yaaRabbal ‘alamin.
Wallahu A'lam.

Penulis : Nabila Gita Forenza


Gambar : colormywords.wordpress.com Belakangan ini, banyak kita temui kejadian-kejadian memilukan antara orang tua dan anak. Dimana seorang ...

Gambar : agammadani.blogspot.co.id

Fitrahnya manusia adalah berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, mencari titik kebenaran dalam pola pikir dan usaha yang menuntunnya ke ranah semangat mencapai kesuksesan. Tetapi yang selalu menjadi titik sebuah kendala, yang terjadi malah sebaliknya, terkadang banyak orang yang telah meniatkan untuk itu semua berhenti ditengah angan, dan krisisnya pemahaman tentang pandangan hidup yang sejati kalah dengan keadaan di lapangan. Hanya kesadaran akan pentingnya kesempatan dan peluang yang akan membantu untuk memacukan diri menjadi manusia pilihan, bukan lantaran haus akan pujian, bukan dahaga akan sanjungan, semua yang diusahakan karena kebaikan di penghujung kehidupan.

Bagi kita orang yang beriman, ketaatan sangatlah penting dalam sikap bermuamalah dengan sesama manusia dan sang kholik. Fokus melihat perkembangan zaman saat ini yang terus maju dalam segala aspeknya seperti teknologi, keilmuan, informasi dan komunikasi. Logis sekali jika orang akan berpikir untuk berupaya membuat segala sesuatu lebih praktis dalam mengerjakannya dan efektif dalam batasan waktunya, tidak hanya dalam prespektif khayalan akan tetapi untuk mewujudkan masa depan idaman.

Banyak sekali manfaat yang kita bisa petik dari perkembangan dan kemajuan di zaman ini. Tetapi, disisi lain secara tidak sadar penerapan nilai dan intinya pendidikan moral dan spiritual semakin terkikis dengan gejala ini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sikap dan karakter seseorang pada zaman modern yang relatif mengikuti lingkungan dan kebudayan asing sangatlah berpengaruh dalam membentuk ketaatan kepada sesama dan jalannya pola pikir. Krisis ketaatan yang banyak menghinggapi seseorang di masa sekarang ini tengah mencapai posisi puncak dan sangat memperihatinkan. Orang-orang  yang tenggelam dalam kelalaian, bahkan lupa dalam mengerjakan ibadah kepada pemilik alam. Posisi guru hanya sekedar formalitas dalam mengajar didalam kelas, seorang anak lupa dengan orang tuanya dan orang tua mengabaikan anaknya, dan masih banyak lagi contoh krisis ketaatan  yang terjadi di zaman ini .

Sebagai muslim yang berpendidikan, tentunya kita tidak dapat menyalahkan orang tua, generasi muda, dan kondisi lingkungan. Gejala seperti ini tentunya tidak dapat dibiarkan dan perlu solusi yang cerdas dalam menanggulangi krisis ketaatan saat ini.
Menurut  beberapa pandangan, saat ini merosotnya ketaatan seseorang banyak didominasi oleh beberapa faktor. Faktor pertama, dari segi internal, kurangnya kesadaran tentang sebab dan dampak yang dilakukan seseorang dalam kesehariannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal seperti ini terjadi karena kurangnya iman. Sehingga,  akhlak dan karakter seseorang  secara perlahan terbentuk dengan kebiasaan mengikuti keinginan hawa nafsunya.

Faktor kedua, dari segi eksternal, seperti maraknya tayangan di televisi yang memaparkan kehidupan seseorang, tentunya tidak terlepas dari masalah akhlak dan kebudayaan barat yang mana semua itu jauh dari nilai-nilai keislaman. Dari tayangan yang ditampilkan di televisi, tidak sadar banyak mengajarkan untuk melihat sesuatu bukan karna kemanfaatanya namun karna gaya hidup. Demi sebuah citra yang diarahkan dan dibentuk oleh iklan dan mode lewat televisi, seperti Tayangan sinetron, acara infotaiment, gaya hidup orang terkenal, dan sebagainya.

Disisi lain publik dari lingkungan sekitar sangatlah berpengaruh. Seperti pergaulan bebas. Logis jika disebutkan sangat berpengaruh, karna pada dasarnya sifat seseorang itu labil. Maksudnya, dalam melakukan sesuatu seseorang lebih cenderung ikut-ikutan. Jadi , bukan karna idealisme atau pertimbangannya. Syukur-syukur ketika seseorang itu menginjak remaja lebih banyak bergaul dengan komunitas remaja muslim yang kesehariannya diisi dengan kegiatan yang bermanfaat dan bernilai keagamaan. Tentunya remaja itu akan berkembang menjadi orang yang bermoral dan memegang teguh prinsip-prinsip keislaman.

Faktor ketiga, disorot dari pendidikan yang diajarkan oleh orang tua. Seperti yang kita ketahui, ketaatan ini akan tumbuh didalam sifat seseorang dengan apa yang diajarkan orang tuanya. Disini, peran orang tua sangatlah mendominasi, karena disitulah pendidikan pertama seorang anak. Jika pendidikan yang diberikan orang tua itu baik maka akhlak anak itu akan baik, dan sebaliknya jika pendidikan orang tua terhadap anaknya tidak baik maka karakter anak itupun tidak baik. Hal ini berdampak pada masa depan anak tersebut, yang mana kebiasaanya ketika kecil akan membawanya dan membekas ketika ia dewasa nanti. Diibaratkan anak seperti kertas putih, sebagaimana bagus ukiran orang tua membuat tulisan di kertas putih, seperti itulah keindahan yang didapatkan dan sebaliknya.

Sesuatu yang sangat terlihat perbedaannya dari segi pandangannya di zaman klasik hingga saat ini adalah penerapannya, aneh jika dipikirkan tapi ini nyata. Jika di zaman dahulu, ketika masih ada panutan seperti para rosullullah, sahabat nabi dan kholifah muslim , orang-orang nasrani tidak memiliki ketaatan sama sekali, dikarenakan jauhnya dan tidak mengetahui apa-apa dari  iman dan keislaman, mayoritas manusia hanya menjadi pengikut buta agama bapak ibunya, atau agama nenek moyangnya tanpa mau berpikir apa sebenarnya hakikat yang disembahnya. Sehingga, berkembang ketaatan pada waktu itu hanya tergantung pada penyebaran nilai jihad dan dakwah , tetapi keinginan orang-orang waktu itu dalam mencari jalan kebenaran sangatlah kuat.

Berbeda dengan fenomena yang terjadi di zaman modern ini, orang-orang mengetahui kebenaran yang baik dan batil lebih mudah dan relatif praktis melihat perkembangan zaman saat ini. Sistematika dalam penyebaran ilmu pengetahuan jauh lebih efektif dan praktis. Tetapi di sisi lain ini berdampak pada ketidakseimbangan dengan ambisi hawa nafsu  dan usaha yang dilakukan. Sehingga  mereka lupa dan meniadakan apa yang telah ada. Apakah kita sudah dijalan yang benar dan menyembah tuhan yang tepat? Sangat jarang ada yang mau berfikir seperti itu sehingga pada hakikatnya dia hanya ikut-ikutan saja atau berjalan dengan melihat tapi buta.

Timbul pertanyaan, bagaimana memegang ketaatan saat ini? Mulailah istiqomah, sikap ini sudah harus tertanamkan dan menjadi suatu keharusan dalam kehidupan. Dari segi berfikir dan bertindak untuk mewujudkan lingkungan kondusif yang didalamnya selalu berbuah sentuhan pendidikan yang sesuai tuntunan Islam. Dalam hal ini, kondisi keluarga yang baik sangat dapat menjaga dan menstabilisasikan perilaku dan pola pikir anak yang negatif.

Mengapa keluarga? Banyaknya peremehan dan penyelewengan akidah dan akhlak yang terjadi saat ini didominasi oleh mereka yang keluarganya meremehkan dan tidak mampunya dalam pendidikan ataupun kondisi yang buruk dalam ranah keluarga. Dan di keluargalah anak tersebut mendapatkan pendidikan moral yang lebih daripada di sekolah. Pasalnya, anak-anak selalu menghabiskan waktu luangnya di rumah, keluarga yang baik akan senantiasa selalu memperhatikan, membina, dan mengajarkan apa yang baik untuk masa depan anak-anaknya.
.
Sistem pendidikan yang sekarang banyak berkembang di kalangan masyarakat, hanya mengedepankan dan mementingkan pengajaran. Tujuan pendidikan lebih diaarahkan pada perkembangan kecerdasan pengetahuan dan intelektulal dari akademis. Padahal, yang paling penting daripada itu adalah faktor pendidikan moral dan spiritual.

Pendidikan spiritual sangatlah penting dari pada intelektual. Andai kata pendidikan berorientasi pada pengejaran target ujian kenaikan kelas dan memalingkan moral, maka yang didapatkan dari ilmunya hanya bersifat sementara. Berbeda jika seorang anak telah memiliki rasa jujur dan menghargai ilmu dan orang sekitarnya, maka dia akan menunjukan sikap yang teladan dalam penerapannya. Semoga kita bisa menjaga diri dan sesama untuk menegakan ketakwaan.

Allahu musta’an

Penulis : Ridho Ardiansyah





Gambar : agammadani.blogspot.co.id Fitrahnya manusia adalah berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, mencari titik kebenaran dalam pola pik...


Gambar: squamishchief.com


Saat itu, pukul 5:00 sebelum fajar, adzan subuh belum lagi terdengar sayupnya sehingga manusia-manusia masih terlelap dalam tidurnya. Namun,beberapa menit kemudian, tiba-tiba terasa bumi bergoyang, dinding-dinding rumah terdengar berdetak, manusia-manusia tadi yang sebelumnya masih berlayar di mimpi-mimpinya, terbangun, terkejut, dan langsung berhamburan keluar dari rumah-rumah mereka.

Apa yang terjadi? Ya, tempat kami digoyang gempa lagi. Surat-surat kabar hari itu akhirnya memberitakan; menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh diguncang gempa bumi tektonik berkekuatan 6,5 SR. Gempa bumi tersebut terjadi pukul 05.03 WIB, dengan pusat gempa pada 5,25 LU dan 96,24 BT. Gempa tersebut terjadi di darat pada kedalaman 15 km.

Dan sampai saat ini, dikabarkan lebih dari 100 orang meninggal dan hampir 600 orang luka-luka. Gedung-gedung, rumah dan ruko runtuh dan hancur seketika. Innalillahi wainna ilaihi jari'un.




Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (seusungguhnya kami milik Allah dan sesunnguhnya kami sedang menuju kemabali kepada-Nya) (156) Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (157) (Q.S. Al-Baqoroh / 2 : 155 -157)

Tidak dapat dipungkiri, semua musibah yang Allah timpakan kepada kita, mengandung ibrah di dalamnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah karena Allah ingin memperingatkan kita, atas kekhilafan dan kelalaian selama ini. Karena Dia masih sayang kepada kita, maka Dia masih mau memperingati kita. Karena Dia tidak mau hambaNya berpaling dariNya, maka dia sentil sedikit kesadaran kita supaya kita yang dulunya sudah sedikit melenceng dan berbelok arah, dapat kembali berjalan di jalan lurusnya. 

Menghubungkan dengan musibah gempa ini, bisa kita logikakan, alasan mengapa Allah timpakan gempa ini pada pukul 5:00, beberapa menit sebelum subuh. Karena mungkin saja Allah ingin mengingatkan kita untuk kembali memenuhi shaf-shaf di masjid saat shalat subuh. Memberi nyawa lagi kepada masjid-masjid saat subuh tiba. Mengikuti perintahNya "ashalatu khairun minan naum". 

Jadi, wahai saudara saudara ku, janganlah bersedih. Apalagi sempat terlintas dibenakmu bahwa Allah tak sayang lagi padamu. Karena musibah ini hanyalah cara Allah menyentil kesadaran kita, ketika kita sudah tersesat terlalu jauh, berbuat khilaf terlalu banyak. Meskipun banyak korban berjatuhan, toh kita memang tidak pernah tau ajal kita kapan datangnya. Bisa saja saat kita sedang bersantai-santai dalam keadaan yang aman-aman saja, tapi bisa juga saat memang Allah timpakan suatu musibah kepada kita. Karena Dialah yang Maha Berkehendak. 

Jangan bersedih saudaraku, jangan bersedih Acehku. Allah menyayangimu.

Penulis: Arini Diyah Fadhillah.








Gambar: squamishchief.com Saat itu, pukul 5:00 sebelum fajar, adzan subuh belum lagi terdengar sayupnya sehingga manusia-manusia masih terle...