Warna-warni Idul Adha di IIUM
Berbeda dengan sepinya malam takbiran, Idul Adha di kampus IIUM lumayan ramai dan berwarna-warni. Idul Adha - juga Idul Fitril menjadi sebuah alasan kuat bagi mahasiswa dari berbagai negara untuk menggunakan pakaian tradisional masing-masing.
Saudara-saudara kita dari daratan Timur Tengah dan Afrika biasanya paling heboh dalam hal busana. Mahasiswa Afrika biasanya menggunakan busana tradisional berwarna cerah menyala dengan berbagai bentuk hiasan kepala (semacam topi). Sementara mahasiswa Afghanistan dan sekitarnya mudah dikenali dengan rompi tenun tradisional yang mereka pakai.
Sholat Ied dimulai pukul 8:30 dan masjid kampus kami yang berkapasitas sekitar 9000 jamaah lumayan penuh. Sebagian besar jamaah adalah mahasiswa Internasional yang tidak pulang kampung - sebagaimana juga saya dan juga masyarakat umum dari sekitar kampus. Sementara, mahasiswa asal Malaysia sebagian besar pulang kampung, hanya beberapa yang tidak.
Khotbah Ied disampai oleh seorang dosen dari Department of General Studies, KIRKHS, yang menggaris bawahi tentang korelasi ibadah dan inner-peace. Jamaahpun lantas tumpah ruah di area masjid selepas Ied, bersalam-salaman, foto bersama ataupun sekadar ngobrol. Saya sendiri memilih pulang setelah berbincang dengan beberapa kawan dan menyalami sebagian jamaah karena serbuan berbagai aroma parfum yang tidak bersahabat seperti yang saya tulis di awal.
***
Hari Idul Adha dan paling tidak 3 hari setelah Idul Adha (Tasyrik) adalah hari berlimpah makanan di IIUM. Banyak organisasi yang mengadakan open house dan membagikan makanan gratis. Salah satunya adalah Forum Tarbiyah (Fotar), satu dari belasan perkumpulan mahasiswa Indonesia di IIUM. Bertempat di tepi sungai Aikol, acara nyate bareng dimulai selepas Dzuhur. Semerbak bumbu sate yang menetes ke bara arang seolah menari-nari dibawa angin, mengirimkan sinyal lapar ke otak. Apalagi, selain sate juga disiapkan gado-gado, enaknya...
Untuk menyemarakkan Idul Adha 1434 H kali ini, Fotar menyediakan sekitar 50 kg daging yang didapat dari donasi berbagai pihak. Total ada sekitar 300 tusuk sate yang disiapkan oleh tim keputrian untuk kemudian dibakar oleh para lelaki siang kemarin. Pembakarannya sendiri dilakukan dengan sangat sederhana, memanfaatkan benda-benda di sekitar area acara. Karena lupa membeli minyak ataupun briket, akhirnya menggunakan plastik bekas untuk daden (menghidupkan bara arang). Karena lupa menyiapkan kipas akhirnya menggunakan piring Styrofoam untuk mengipasi satenya. Karena catering-nya lupa membuatkan bumbu sate, akhirnya kami membuatnya sendiri - on the spot. Hehe. Walaupun begitu, karena dilakukan bersama-sama dan dengan hati riang, alhamdulillah semuanya lancar. Hehe.
Calon sate dilumuri dengan bumbu yang terdiri dari kecap, bawang merah, cabai dan jeruk nipis terlebih dahulu, sebelum dibiarkan sebentar agar bumbunya meresap.
Baru setelah itu calon disate dikirim ke atas pembakar. Biarkan bara yang keluar dari arang di bawahnya membakar setiap inci calon sate tersebut. Pastikan bahwa api membakarnya secara merata, kecuali kamu mau melahap sate setengah matang. Tapi, juga pastikan bahwa api tidak menggosongkannya, kecuali kamu mau makan sate arang, hehe. Setelah sate-sate tersebut cukup matang, segera angkat!
Nah, selepas Ashar hidangan sudah siap sedia. Sate yang masih lumayan hangat disajikan bersama lontong dan gado-gado untuk kemudian disiram bumbu kacang, ditaburi bawang goreng. *saya menulis bagian ini sambil menelan ludah* Mantap! Oh ya, sebenarnya juga ada es buah yang nikmat sekali, tetapi karena kami terlanjur lapar sehingga tak ada satupun yang ingat untuk mendokumentasikannya, hehe. Syukur sekali semua senang, semua kenyang. Berkah Ied banget! :)
Petuah Keikhlasan
Seperti sudah kita ketahui bersama, Idul Adha bermula dari perintah Allah kepada nabi Ibrahim yang harus menyembelih sang putra. Padahal, nabi Ibrahim harus menunggu dalam waktu yang cukup lama sampai berhasil mendapatkan putra. Walau begitu, beliau rela melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.
Apa yang dialami oleh Ibrahim sungguh adalah cerminan atas keikhlasan dan totalitas seorang hamba. Meski perintah tersebut berat, nabi Ibrahim dapat menyampaikannya dengan cara yang santun sehingga sang putrapun mengiyakannya dengan ikhlas. "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar!" demikian QS Ash-Shaafaat ayat 102 menerangkan.
Dan sebagai insan-insan yang senantiasa belajar, sudah seharusnya kita meneladaninya. Segala sesuatu dalam hidup ini sudah seharusnya kita lakukan atas dasar ikhlas dan semata-mata mengharapkan rahmat Sang Maha Pemberi, bukan alasan-alasan lain.
Sebagaimana pula Ibrahim dan sang putra yang menjalani apa yang sudah Allah perintahkan dengan ikhlas, yang lantas menemukan skenario tak terduga: Allah mengganti sang putra dengan hewan sesembelihan yang besar. Yah, pada akhrinya kisah Ibrahim mengajarkan kita petuah ikhlas dan berbaik sangka atas segala sesuatu. Karena, apabila kemudian kita benar melakukannya, sungguh nikmat Sang Pencipta itu tiada duanya.
Salam hangat dari seberang. Sateee..
Dikopi dari: kaki-kata.blogspot.com
Sate dalam proses |
Petuah Keikhlasan
Seperti sudah kita ketahui bersama, Idul Adha bermula dari perintah Allah kepada nabi Ibrahim yang harus menyembelih sang putra. Padahal, nabi Ibrahim harus menunggu dalam waktu yang cukup lama sampai berhasil mendapatkan putra. Walau begitu, beliau rela melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.
Apa yang dialami oleh Ibrahim sungguh adalah cerminan atas keikhlasan dan totalitas seorang hamba. Meski perintah tersebut berat, nabi Ibrahim dapat menyampaikannya dengan cara yang santun sehingga sang putrapun mengiyakannya dengan ikhlas. "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar!" demikian QS Ash-Shaafaat ayat 102 menerangkan.
Dan sebagai insan-insan yang senantiasa belajar, sudah seharusnya kita meneladaninya. Segala sesuatu dalam hidup ini sudah seharusnya kita lakukan atas dasar ikhlas dan semata-mata mengharapkan rahmat Sang Maha Pemberi, bukan alasan-alasan lain.
Sebagaimana pula Ibrahim dan sang putra yang menjalani apa yang sudah Allah perintahkan dengan ikhlas, yang lantas menemukan skenario tak terduga: Allah mengganti sang putra dengan hewan sesembelihan yang besar. Yah, pada akhrinya kisah Ibrahim mengajarkan kita petuah ikhlas dan berbaik sangka atas segala sesuatu. Karena, apabila kemudian kita benar melakukannya, sungguh nikmat Sang Pencipta itu tiada duanya.
Salam hangat dari seberang. Sateee..
Dikopi dari: kaki-kata.blogspot.com
0 Komentar: