Muslimah, be yourself!
Tidak dipungkiri bahwa muslimah berjilbab masih sering menjadi korban paradigma masyarakat. Salah satunya adalah bahwa muslimah berjilbab itu harus lembut, pendiam, anggun, halus tutur katanya, kalem, feminim, dan sederet bla bla bla lainnya.
Setidaknya begitulah opini para ikhwan terhadap mereka (meski tidak semua sih). Hffff….
“Tahukah anda, sodara-sodara, bahwa standar-standar seperti itu (terhadap jilbaber) terkadang menimbulkan beban bagi seorang muslimah?” (beraaat)
Pernah seorang akhwat curhat. “Neng, gue kan rada preman gini. Apa ada ya ikhwan yang mau punya istri begini?”. Rada preman disini maksudnya dia itu pembawaannya tegas, disiplin, dan kalau berbicara kepada lawan jenis terkadang ketus. Maklum, anak tentara gitu.
Mungkin tidak sepenuhnya salah, karena karakter-karakter ala princess tadi memang sepertinya sudah disepakati secara universal adalah identik dengan perempuan, muslimah khususnya. Dan sungguh tidak menyalahkan pula kepada para ikhwan yang sudah khatam nonton KCB misalnya, lalu kesemsem dengan sosok seorang Anna Althafunnisa.
Namun sungguh tidak etis jika kemudian beranggapan bahwa semua muslimah harus seperti dia. Sekali lagi, apakah muslimah harus ‘begitu’? Kebayang ngga sih gimana jadinya dunia kalau para muslimahnya semua seperti itu?
Tentu akan lain cerita sejarah Perang Uhud kalau Nusaibah binti Ka’ab yang menjadi tameng baginda Rasulullah adalah seorang muslimah yang kalem. Beliau adalah prajurit muslimah yang gesit memainkan pedang kesana kemari, berdiri melindungi Nabi dari berbagai arah. Nah, apa jadinya kalau beliau justru berkepribadian seperti Princess Mia (itu lho, di Princess Diary).
Juga mungkin tidak akan terukir dalam tinta sejarah perjuangan Indonesia, nama seorang pejuang muslimah Aceh, Cut Nyak Dien, sekiranya beliau berprilaku seperti putri keraton. Menarik pula untuk dikatakan bahwa, bahkan istri Rasulullah sendiri pun berbeda-beda karakternya. Khadijah yang keibuan, Aisyah yang manja dan ceria, serta Hafsah yang terkadang bisa membentak dan tertawa terbahak-bahak.
Jadi, siapa bilang muslimah harus pendiam, harus kalem, harus anggun, harus…. Stop, stop!
Muslimah juga manusia, sodara-sodara. Dan manusia itu diciptakan berbeda-beda, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya. Ada yang periang, ada yang tegas, ada yang suka guyon, ada yang gagah (misalnya suka taekwondo), dsb.
Yang penting tuh muslimah harus shalihah. Itu intinya kan?! Dan ada banyak cara untuk menjadi shalihah tentunya. Sekali lagi, tanpa harus membunuh kepribadiannya. Toh yang penting tidak keluar dari rambu-rambu lalu lintas syariah dan tidak bertentangan dengan aqidah.
Muslimah bukan bidadari. Dan keunikan kepribadian yang dimiliki masing-masing muslimah adalah shibghah-Nya.
“Celupan warna Allah. Dan siapakah yang lebih baik celupan warnanya daripada Allah. Dan padaNya sajalah kami beribadah.” (Al Baqarah : 138)
Tuh, Allah saja sudah menerangkan bahwa karakter muslimah itu berwarna-warni. Maka, biarlah muslimah dengan shibghah-Nya. Cukuplah mereka dengan celupan warna dari Allah. Ibarat bunga di taman. Kalau hanya ditumbuhi mawar saja, meski indah, namun terasa kurang meriah. Maka Allah tumbuhkan aneka bunga lainnya seperti lili, melati, matahari, aster, cempaka, dll. Dengan begitu, dunia ini akan tetap indah. Begitulah Keindahan yang memancar atas keridhaanNya.
Penulis: Ratih Febrian
0 Komentar: