Watch Out: Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme
Balighu walau ayah, kalimat yang selalu menjadi inspirasi untuk saling mengingatkan satu sama lain. Tidak pandang apakah seorang Muslim memiliki kapasitas syariah yang mencukupi ataupun terbatas. Sesedikit apapun ilmu yang dimiliki, hendaknya disampaikan kepada orang lain, terutama pada hal yang dapat mendatangkan kebaikan. Seorang Muslim memiliki tugas pula untuk selalu beramar ma’ruf nahi mungkar, tergerak ketika melihat kebatilan di sekitarnya dan mengingatkan saudaranya sesuai dengan kemampuan. Sebuah riset telah menunjukkan bahwa ilmu maupun informasi yang dalam 24 jam tidak dishare, maka ilmu tersebut memiliki kecenderungan akan hilang dari memori. Namun apabila disebarkan, maka ilmu itu akan kuat tertancap dalam memori kita, Masha Allah
Saat ini, pemikiran Islam modern menghadapi persoalan yang sangat kompleks akibat bersentuhan dengan dunia Barat. Problem sepilis yaitu sekularisme, pluralisme, liberalisme marak berkembang di kalangan umat Islam. Menurut Naquib Al Alatas, Barat merupakan peradaban yang tumbuh dan berkembang dari kombinasi beberapa unsur yaitu filsafat, nilai-nilai kuno Yunani dan Romawi, agama Yahudi dan Kristen yang dimodifikasi oleh bangsa Eropa. Selain itu kehidupan manusia yang kompleks telah menyebabkan perubahan dan perkembangan yang cepat, sedangkan secara lahiriyah nash saja tidak cukup untuk menerangkan setiap hukum bagi setiap kejadian, sehingga ulama salaf menyerukan pembaharuan pemikiran Islam (tajdid) dengan analisis Islam terhadap permasalahan baru dalam kehidupan manusia.
Istilah tajdid adalah sangat penting. Tajdid secara etimologi berasal dari “jaddada” yang berarti memperbaharui. Abu Sahal al Su’luqi mendefinisikan tajdid adalah pembaharuan agama; mengembalikannya kepada keadaan semula sebagaimana pada masa Salaf yang pertama. Menurut Amal Fathullah Zarkasyi, tajdid addin adalah kurang tepat karena agama adalah wahyu Illahi yang tidak boleh dirubah dan diperbaharui. Maka lebih tepatnya menggunakan istilah “tajdid al fikr al Islami”, yaitu dengan melakukan pembaharuan pada aspek pemahaman, pemikiran, metode pengajaran dan pengamalan ajaran agama. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan syiar Islam kepada asal mula dan menampilkan Islam secara benar dan kontemporer tanpa mengorbankan Islam itu sendiri. Dalam melakukan tajdid, umat Islam dituntut untuk berijtihad (tajdid dan ijtihad).
Hamid Fahmi Zarkasyi menjelaskan bahwa upaya barat melawan Islam dilakukan dengan tiga agenda, yaitu liberalisasi atau westernisasi, kolonialisasi atau perang dan globalisasi. Dan dalam melancarkan liberalisasi, Barat menggunakan tiga kekuatan penting, yaitu missionaris, orientalis dan kolonialis.
Di Indonesia strategi liberalisasi agama oleh barat menggunakan Jaringan Islam Liberal (JIL). JIL mengkonotasikan tajdid dengan modernisasi, modernisasi sepadan dengan westernisasi (penyebaran world view Barat). Kemunculan kelompok tersebut dalam pandangan Hamid adalah salah satu alat barat (liberalisasi) untuk meruntuhkan kebenaran absolute atau menghilangkan kebenaran dalam Islam, sehingga Islam akan ditinggalkan oleh umatnya. Padahal Islam adalah benar, sebagaimana ayat Qur’an tertulis al haqqu mirrabik yang artinya kebenaran itu (Islam) dari Tuhanmu, maka jangan menjadi orang yang ragu-ragu.
Kegiatan liberalisasi yang JIL lakukan sangat staregis. Pertama, dalam bidang pendidikan dilakukan dengan mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat. Kedua, membiayai semua kegiatan yang mempromosikan Islam moderat. Ketiga, mempengaruhi pemikiran dengan menekankan kontekstualisasi Ijtihad (dekonstruksi Syariah), menekankan komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan (merelatifkan & menafikan syariah, rekayasa hukum syariah), mengembangkan paham pluralisme sosial dan pluralisme agama, menyebarkan paham bahwa agama adalah urusan pribadi. Keempat, sekularisasi dan demokratisasi pemikiran agama yaitu dengan membebaskan Negara dari urusan agama, menyebarkan paham demokrasi dalam beragama (membela aliran-aliran sesat), menentang segala bentuk fatwa yang menghukumi. Kelima, menyebarkan relativitas kebenaran dengan menggembor-gemborkan bahwa kebenaran itu relatif yang absolut hanya Tuhan, agama itu absolut dan pemikiran keagamaan itu relatif , otoritas ulama & penafsiran mereka itu relatif dan kebenaran semua agama itu relative.
Khususnya tentang pemikiran pluralisme agama yang menganggap semua agama itu sama, sebenarnya telah lama masuk ke Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya. RA kartini yang disebut sebagai pahlawan nasional dan pejuang emansipasi perempuan Indonesiapun mengusung paham pluralisme. Eramuslim mengabarkan bahwa sebagian isi surat-surat Kartini, terutama tentang kondisi kebatinan dan pemahaman kegamaannya, sangat beraroma pluralisme. Kartini bahkan pernah mengatakan, bahwa agama sesungguhnya adalah kebatinan.
Dunia entertainment pun menjadi media yang strategis dalam melancarkan misi pluralisme, yang berefek memicu konflik di tubuh umat. Akhir-akhir ini umat Islam diresahkan oleh salah satu film yang dibuat oleh seorang sutradara muda yang konon berjiwa seni tinggi dan sangat produktif dalam membuat film. Film yang berjudul Tanda Tanya (?) oleh Ketua MUI KH A Cholil Ridwan dinilai telah menyebarkan paham syirik modern (Pluralisme Agama), mendukung orang murtad dari Islam, menyatakan semua agama menuju Tuhan yang sama, mencampuradukkan antara tauhid dan syirik, antara iman dan kufur, dan berlebih-lebihan dalam menggambarkan konflik antar agama. Hal senada juga diungkapkan oleh pemerhati sepilis seperti Adian Husaini dan Hartono Ahmad Jaiz, bahwa film “?” telah menyesatkan akidah umat Islam meski sang pembuat film adalah seorang yang beragama Islam. Hal ini tentu saja berlawanan terhadap sumber hukum Islam yang salah satunya termaktub dalam surat Ali Imran bahwa agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam.
JIL maupun kelompok-kelompok yang mengusung isu sepilis merupakan tantangan serius bagi umat Islam. Hamid mengungkapkan bahwa UIN, IAIN dan STAIN adalah proyek liberal yang dijadikan tempat untuk menternakkan ide-ide liberal. Oleh karena itu beliau mengingatkan agar gerakan ini perlu direspon secara akademis. Selain itu tradisi pengkajian Islam perlu diintensifkan dengan dukungan penguasa dan pengusaha Muslim. Dalam sistem pendidikan Islam (khususnya universitas) perlu dibenahi, dichotomi dihilangkan, politik Muslim perlu rekonseptualisasi, ilmu pengetahuan Islam perlu dikembangkan (dengan Islamisasi). Dan perlunya ilmu pengetahuan Islam yang terbarukan untuk segera diaplikasikan dalam realitas sosial.
Selain itu, untuk mengelak dari jebakan paham sepilis, menurut penulis, hal urgent yang dilakukan adalah mengokohkan benteng keimanan. Secara individu, kita harus yakin bahwa iman kepada Allah, RasulNya, Alqur’an dan sunnah rasulullah adalah pedoman hidup yang tidak dapat ditawar lagi. Ilmu tauhid menjadi salah satu ilmu fardhu’ain untuk dipelajari. Selain itu, trend penyebaran paham tersebut yang semakin canggih karena kuatnya jaringan secara finansial, maka hal yang penting adalah kita selektif dan kritis dalam mengkonsumsi setiap media yang ada. Secara kolektif, umat Islam harus waspada dan mendorong pemerintah untuk tidak memberikan ruang luas bagi kaum liberalis dalam melancarkan misi mereka. Pihak otoritas sangat diperlukan dalam meminimalisir bahkan menghilangkan penyebaran paham tersebut.
Kehidupan adalah perjalanan, ribuan langkah, bagaimana kita memanage langkah kita. Sunatullah, bahwa haq dan batil akan selalu menjadi pertarungan hingga akhir zaman. Mari kita sebagai ilmuwan Muslim (insha Allah), berusaha memiliki mindset yang berfondasikan world view Islam agar menguasai konsep-konsep yang dapat mendeteksi dan menscan pemikiran-pemikiran yang merusak Islam khususnya sepilis. Hal ini menjadi salah satu perbekalan kita dalam mempertahankan yang haq di muka bumi. Alla kulli hal, semoga Allah selalu mengokohkan keimanan dan keyakinan kita dan selalu memberikan petunjuk agar tidak condong kepada kesesatan. Aamiin.
Istilah tajdid adalah sangat penting. Tajdid secara etimologi berasal dari “jaddada” yang berarti memperbaharui. Abu Sahal al Su’luqi mendefinisikan tajdid adalah pembaharuan agama; mengembalikannya kepada keadaan semula sebagaimana pada masa Salaf yang pertama. Menurut Amal Fathullah Zarkasyi, tajdid addin adalah kurang tepat karena agama adalah wahyu Illahi yang tidak boleh dirubah dan diperbaharui. Maka lebih tepatnya menggunakan istilah “tajdid al fikr al Islami”, yaitu dengan melakukan pembaharuan pada aspek pemahaman, pemikiran, metode pengajaran dan pengamalan ajaran agama. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan syiar Islam kepada asal mula dan menampilkan Islam secara benar dan kontemporer tanpa mengorbankan Islam itu sendiri. Dalam melakukan tajdid, umat Islam dituntut untuk berijtihad (tajdid dan ijtihad).
Hamid Fahmi Zarkasyi menjelaskan bahwa upaya barat melawan Islam dilakukan dengan tiga agenda, yaitu liberalisasi atau westernisasi, kolonialisasi atau perang dan globalisasi. Dan dalam melancarkan liberalisasi, Barat menggunakan tiga kekuatan penting, yaitu missionaris, orientalis dan kolonialis.
Di Indonesia strategi liberalisasi agama oleh barat menggunakan Jaringan Islam Liberal (JIL). JIL mengkonotasikan tajdid dengan modernisasi, modernisasi sepadan dengan westernisasi (penyebaran world view Barat). Kemunculan kelompok tersebut dalam pandangan Hamid adalah salah satu alat barat (liberalisasi) untuk meruntuhkan kebenaran absolute atau menghilangkan kebenaran dalam Islam, sehingga Islam akan ditinggalkan oleh umatnya. Padahal Islam adalah benar, sebagaimana ayat Qur’an tertulis al haqqu mirrabik yang artinya kebenaran itu (Islam) dari Tuhanmu, maka jangan menjadi orang yang ragu-ragu.
Kegiatan liberalisasi yang JIL lakukan sangat staregis. Pertama, dalam bidang pendidikan dilakukan dengan mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat. Kedua, membiayai semua kegiatan yang mempromosikan Islam moderat. Ketiga, mempengaruhi pemikiran dengan menekankan kontekstualisasi Ijtihad (dekonstruksi Syariah), menekankan komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan (merelatifkan & menafikan syariah, rekayasa hukum syariah), mengembangkan paham pluralisme sosial dan pluralisme agama, menyebarkan paham bahwa agama adalah urusan pribadi. Keempat, sekularisasi dan demokratisasi pemikiran agama yaitu dengan membebaskan Negara dari urusan agama, menyebarkan paham demokrasi dalam beragama (membela aliran-aliran sesat), menentang segala bentuk fatwa yang menghukumi. Kelima, menyebarkan relativitas kebenaran dengan menggembor-gemborkan bahwa kebenaran itu relatif yang absolut hanya Tuhan, agama itu absolut dan pemikiran keagamaan itu relatif , otoritas ulama & penafsiran mereka itu relatif dan kebenaran semua agama itu relative.
Khususnya tentang pemikiran pluralisme agama yang menganggap semua agama itu sama, sebenarnya telah lama masuk ke Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya. RA kartini yang disebut sebagai pahlawan nasional dan pejuang emansipasi perempuan Indonesiapun mengusung paham pluralisme. Eramuslim mengabarkan bahwa sebagian isi surat-surat Kartini, terutama tentang kondisi kebatinan dan pemahaman kegamaannya, sangat beraroma pluralisme. Kartini bahkan pernah mengatakan, bahwa agama sesungguhnya adalah kebatinan.
Dunia entertainment pun menjadi media yang strategis dalam melancarkan misi pluralisme, yang berefek memicu konflik di tubuh umat. Akhir-akhir ini umat Islam diresahkan oleh salah satu film yang dibuat oleh seorang sutradara muda yang konon berjiwa seni tinggi dan sangat produktif dalam membuat film. Film yang berjudul Tanda Tanya (?) oleh Ketua MUI KH A Cholil Ridwan dinilai telah menyebarkan paham syirik modern (Pluralisme Agama), mendukung orang murtad dari Islam, menyatakan semua agama menuju Tuhan yang sama, mencampuradukkan antara tauhid dan syirik, antara iman dan kufur, dan berlebih-lebihan dalam menggambarkan konflik antar agama. Hal senada juga diungkapkan oleh pemerhati sepilis seperti Adian Husaini dan Hartono Ahmad Jaiz, bahwa film “?” telah menyesatkan akidah umat Islam meski sang pembuat film adalah seorang yang beragama Islam. Hal ini tentu saja berlawanan terhadap sumber hukum Islam yang salah satunya termaktub dalam surat Ali Imran bahwa agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam.
JIL maupun kelompok-kelompok yang mengusung isu sepilis merupakan tantangan serius bagi umat Islam. Hamid mengungkapkan bahwa UIN, IAIN dan STAIN adalah proyek liberal yang dijadikan tempat untuk menternakkan ide-ide liberal. Oleh karena itu beliau mengingatkan agar gerakan ini perlu direspon secara akademis. Selain itu tradisi pengkajian Islam perlu diintensifkan dengan dukungan penguasa dan pengusaha Muslim. Dalam sistem pendidikan Islam (khususnya universitas) perlu dibenahi, dichotomi dihilangkan, politik Muslim perlu rekonseptualisasi, ilmu pengetahuan Islam perlu dikembangkan (dengan Islamisasi). Dan perlunya ilmu pengetahuan Islam yang terbarukan untuk segera diaplikasikan dalam realitas sosial.
Selain itu, untuk mengelak dari jebakan paham sepilis, menurut penulis, hal urgent yang dilakukan adalah mengokohkan benteng keimanan. Secara individu, kita harus yakin bahwa iman kepada Allah, RasulNya, Alqur’an dan sunnah rasulullah adalah pedoman hidup yang tidak dapat ditawar lagi. Ilmu tauhid menjadi salah satu ilmu fardhu’ain untuk dipelajari. Selain itu, trend penyebaran paham tersebut yang semakin canggih karena kuatnya jaringan secara finansial, maka hal yang penting adalah kita selektif dan kritis dalam mengkonsumsi setiap media yang ada. Secara kolektif, umat Islam harus waspada dan mendorong pemerintah untuk tidak memberikan ruang luas bagi kaum liberalis dalam melancarkan misi mereka. Pihak otoritas sangat diperlukan dalam meminimalisir bahkan menghilangkan penyebaran paham tersebut.
Kehidupan adalah perjalanan, ribuan langkah, bagaimana kita memanage langkah kita. Sunatullah, bahwa haq dan batil akan selalu menjadi pertarungan hingga akhir zaman. Mari kita sebagai ilmuwan Muslim (insha Allah), berusaha memiliki mindset yang berfondasikan world view Islam agar menguasai konsep-konsep yang dapat mendeteksi dan menscan pemikiran-pemikiran yang merusak Islam khususnya sepilis. Hal ini menjadi salah satu perbekalan kita dalam mempertahankan yang haq di muka bumi. Alla kulli hal, semoga Allah selalu mengokohkan keimanan dan keyakinan kita dan selalu memberikan petunjuk agar tidak condong kepada kesesatan. Aamiin.
Recommend References:
- Seminar ttg Pembaharuan Pemikiran Islam. Tajdid atau Targhib, IIUM, 3 Juli 2010, oleh DR. Amal Fathullah Zarkasyi dan DR. Hamid Fahmi Zarkasyi.
- Seyyed Hossein Nasr: Mengusung TradisionalismeMembangun Pluralisme Agama oleh Anis Malik Toha.
- World View Islam oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas.
- Prolegomena To the Metaphysics of Islam (Respon Islam terhadap Konsep Kesatuan Agama-agama) oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas.
- Surat-Surat Pluralisme Kartini
- Islam dan Fahaman Pluralisme Agama
- Bukti Hanung Berjiwa Labil dan Sebarkan Virus Menggoyang Iman
- MUI: Film Karya Hanung Mendukung Orang Murtad
Penulis: Yuni Yulia Farikha
Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.
ReplyDelete