Pada Sebuah Nasehat
Entah apa yang diinginkan Ghifari, tiba-tiba terdengar lirih suara di akhir doanya: "Aku percaya dengan janji-Mu ya Rabb”. Telah membekas dijiwanya dan menambah keyakinan pada dirinya akan kebenaran janji Sang Maha Penguasa."
Mentari mulai tundukkan pandangannya, tak sanggup ingkari orbit fitrahnya, melawan titah Tuhannya. Awanpun berputar-putar seakan bertasbih mengikuti gerak mata angin, sementara itu dari celah jendela sekretariat Lembaga Dakwah Kampus (LDK) al-Uswah, terlihat sepasang burung yang sedang bernyanyi diatas dahan kayu yang mulai mengering sambil mengusap sayapnya, kemudian terbang beriringan sambil menikmati indahnya cuaca.
Dari kejauhan terdengar alunan suara azan, pertanda masuknya waktu ashar, dengungnya menembus kaca-kaca jendela, getarkan dinding-dinding asrama, menggerakkan daun-daun hijau yang menghiasi taman-taman kampus. Tak sanggup hati orang-orang yang beriman untuk tidak memenuhi panggilan itu, panggilan yang mengajak kepada kemenangan.
"Baiklah… berhubung azan sudah dikumandangkan, rapat kita pending dulu…” kata seorang panitia perekrutan kader baru LDK al-Uswah.
Hari itu adalah rapat terakhir dari kepanitiaan Rekruitmen Mahasiswa Baru LDK al-Uswah, seluruh panitia berkumpul disana. Mereka sibuk mempersiapkan segala sesuatunya yang berkenaan dengan acara hari esok.
Andika yang dipercayakan untuk memimpin lagu Hymne LDK al-Uswah sedang sibuk latihan.
"Tes…tes…” sambil mengotak-atik microphone dan sesekali bernyanyi:
Kami sadari jalan ini kan penuh onak dan duri
Aral menghadang dan kedzaliman yang akan kami hadapi
Kami relakan jua serahkan dengan tekad di hati
Jasad ini , darah ini sepenuh ridho Ilahi
Kami adalah panah-panah terbujur
Yang siap dilepaskan dari busur
Tuju sasaran , siapapun pemanahnya …
Kami adalah pedang-pedang terhunus
Yang siap terayun menebas musuh
Tiada peduli siapapun pemegangnya
Asalkan ikhlas di hati tuk hanya Ridho Ilahi, Robbi...
Dengan semangatnya Andika menyanyikan lagu itu.
"Akhi… sudah dulu latihannya, kita ke masjid yuk…” ujar Ghifari mengajak Andika. "Sekalian ajak Ardi… “serunya lagi.
Ketika itu Ardi dengan ciri kasnya memakai celana setengah tiang dan agak sedikit berjanggut sedang berteriak “One Man One Dollar To Save Palestine…”. Ardi adalah salah seorang anggota Kastrat (Kajian Strategi) dalam struktur kepengurusan LDK al-Uswah yang di PJ kan untuk mengisi sesi Manajemen Aksi pada acara rekruitmen besok.
Sementara itu disudut ruang sana terdengar suara tanpa rupa, karena terhalang oleh tabir yang senantiasa dipasang jika ada rapat atau pertemuan yang melibatkan dua jenis makhluk, yang berbeda namun tercipta sebagai pasangan. Mereka turut serta dan sedang bersiap-siap untuk melaksanakan shalat.
"Bawa mukena ya…??? "
"Bawa dooong…”
Terdengar sayup-sayup suara yang tidak begitu jelas dan remang-remang, yang seakan-akan sengaja ditahan agar tidak menembus tabir dan menembus hati kaum Adam.
Ghifari, Andika, Ardi dan ikhwah yang lain mulai melangkahkan kakinya menuju masjid kampus, jalan mereka tidak terlalu cepat dan kelihatannya tubuh mereka lelah, barangkali karena seharian mereka beraktivitas, pulang kelas langsung ke Markaz (sekretariat LDK).
Oleh teman-teman, mereka sering disebut pejuang “Angkatan 66”. Pergi kuliah pukul 6 pagi, pulang kerumah pukul 6 petang… bahkan ada yang gak pulang-pulang. Tapi wajah mereka kelihatan penuh semangat… sepertinya ada secercah impian dibalik keletihan yang membuat mereka mampu bertahan. Impian akan kembalinya kejayaan Islam ditangan para pemuda yang berjuang.
Didepan bangunan masjid ala timur tengah itu mereka berwudhu.
Walaupun air itu tidak sedingin air sungai di surga tapi mereka dapat merasakan sentuhan kelembutannya, ketika air itu menyentuh wajah, tangan, kepala dan anggota wudhu yang lainnya ditambah lagi tiupan angin yang perlahan-lahan menembus pori-pori tubuh, seakan-akan dengan wudhu itu Sang Ilahi ingin membalas keletihan mereka sebagai penuntut ilmu dan sebagai aktivis dakwah kampus dengan belaian kasih sayang di dunia.
Shalatpun dimulai, mereka berdiri dibelakang shaf yang kelima. Seperti biasanya masjid kampus selalu dipenuhi oleh jemaah. Ghifari dan teman-teman kelihatan khusu’. Mungkin karena pengaruh kata-kata tausiyah dari ustad tadi ketika di sekretariat. Ustad tadi mengatakan:
“Pertemuan kita dengan Allah swt ada dua kali." Ustadz menuturkan "Pertama, pertemuan dengan Allah ketika didunia, yaitu ketika sholat dengan khusu’. Kedua, pertemuan dengan Allah ketika diakhirat. Jika pertemuan kita dengan Allah baik (khusu’) didunia, maka kita akan bertemu dengan-Nya diakhirat. Bagaimana kita akan bertemu dengan Allah diakhirat sementara pertemuan kita didunia tidak penuh dengan kekhusu’an."
Nikmatnya suguhan tausyiah tersebut, segar, hingga mampu membuka setiap mata yang hampir ditutupi oleh katungnya karena lelah.
Seperti biasa selepas shalat, Ghifari dan gank-nya tidak lupa bermunajat, karena bagi mereka do’alah yang mampu memberikan kekuatan dan memohon pertolongan, mengadukan segala gundah gulana, keluh dan kesah kepada Sang Pencipta. Ghifari pun memohon agar diberi keistiqomahan dalam belajar dan sekaligus berdakwah, dan selalu meminta petunjuk kepada Allah agar diberikan yang terbaik dalam segala hajat hidupnya.
Entah apa yang diinginkan Ghifari tiba-tiba terdengar suara diakhir doanya:
Aku percaya dengan janji-Mu ya Rabb”
Ternyata ayat yang dibacanya setelah sholat tadi…,
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)… (Qur’an surat an-Nur surat ke 24 ayat 26)”,
Telah membekas dijiwanya dan menambah keyakinan pada dirinya akan kebenaran janji Sang Maha Penguasa.
Setelah berdoa merekapun pulang ke sekretariat, mereka masuk melalui pintu utama karena pintu yang satunya lagi khusus untuk kaum hawa.
"Cepat…cepat… tu ikhwahnya sudah datang… tarik kembali tabirnya “ujar salah seorang yang terlahir sebagai pakaian bagi kaum Adam dan demikian sebaliknya. (al-Baqarah:187)
Rapatpun mulai dibuka.
Kita buka lagi rapat dengan mengucapkan hamdallah… Oke sekarang masing-masing devisi melaporkan hasil kerja…
Semua devisi melaporkan kerjanya, tidak ada satupun kendala baik itu kepanitiaan, peserta, tempat, waktu, dana, dll.
Rapatpun ditutup. Semua panitiapun pulang.
Tapi….tiba-tiba saja ada suara panggilan tanpa rupa dari balik tabir yang terbentang.
"Afwan… ada akhi Andika… ??? ujar salah seorang akhwat.
"Ya ane Andika….ada apa ya…???
"Ane ada perlu sama antum dan tolong sekalian panggil Mas’ul" kata akhwat itu lagi. (mas’ul adalah istilah panggilan yang diberikan kepada ketua LDK).
Sudah menjadi kebiasaan aktivis da’wah kampus jika ingin berbicara kepada “yang berbeda warna” maka selalu ditemani orang yang ketiga, untuk menghindari buruk sangka dan untuk memelihara diri dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Sambil mencari-cari mas’ul, Andika pun bertanya-tanya dalam hati, ada apa gerangan seorang akhwat punya maksud kepadanya.
"Akhi Andika…!" Ujar akhwat itu, ternyata dia juga tidak sendirian tetapi ditemani oleh seorang akhwat yang lain.
"Kalau boleh tau ini siapa ya…???" Tanya Andika dan Mas’ul yang suaranya hampir bersamaan.
"Antum berdua tak perlu tahu siapa ana... ana cuma ingin tanya pada antum, akhi Andika… apa antum sudah kena virus “Merah Jambu”…???" Ucapnya tegas.
"Maksudnya apa…???" Andika kebingungan... kok tiba-tiba aja dituduh kena virus MJ.
"Tadi sewaktu ana jaga stand pendaftaran perekrutan kader didepan kampus, ana melihat antum berboncengan dengan seseorang diatas motor…” ujar akhwat
Ada rasa ingin marah dalam hati Andika karena tak semena-mena dituduh kena virus memalukan itu, tapi dia tak memungkiri, ada juga rasa perasaan bangga bercampur gembira, karena ternyata ada jugaaa… yang memperhatikannya.
"Ya bener… ane berboncengan dengan seseorang… emangnya kenapa ukhti…???
"Akhi…!!! tau gak… kita ini aktivis dakwah, seorang da’i dan da’iah, yang seharusnya memberikan contoh dan teladan kepada orang disekeliling kita, bukan memberikan teladan yang jelek dan buruk…apalagi virus-virus perusak dakwah. bagaimana jadinya umat jika da’i-nya seperti antum."
"Akhi, bagi kita sudah jelas, mana jalan yang dibenarkan oleh Islam dan mana jalan yang dilarang. …. Apa yang menghalangi antum untuk mencari jalan yang halal “jalan yang setiap sentuhan adalah sedekah, setiap senda gurau dan tawanya adalah pahala” sehingga antum harus memilih jalan yang tidak dibenarkan oleh agama ini”. Tausyiyah akhwat kepada Andika penuh semangat.
Dengan sabar Andika menjawab.
"Ukhti… syukron katsir atas tausyiahnya… ane juga tau dengan aturan Tuhan ukhti… ane juga gak mungkin melanggar aturan itu… yang ane bonceng itu adik ane… pagi itu dia mau kekampusnya “Akademi Kebidanan Putri Ayu”, karena dia takut telat…. jadi minta ane yang nganterin… apa salah…???
……………. Suasana agak terdiam sejenak…
Kamu sih terlalu cepat memvonis. Terdengar bisikan suara dari balik tabir. Mungkin teman akhwat tadi sedang berkomentar.
……………… mulai terjadi pembicaraan…
"Af...afwan ya akhi… ana cuma mau mengingatkan tidak lebih dari itu… karena dalam jemaah ini salah satu tugas kita adalah saling mengingatkan… mungkin hari ini antum yang menurut ana salah, tapi boleh jadi esok ana yang salah."
"Bagi ana tidak ada kata malu untuk mengingatkan kepada kebenaran walaupun antum seorang ikhwan dan demikian juga sebaliknya…” ujar sang akhwat yang kemudian pergi meninggalkan Ghifari dan Mas’ul”.
Andika dan mas’ul pun pergi meninggalkan ruangan rapat.
"Ya akhi … lucu kan…” ujar mas’ul.
"Apanya yang lucu” kata Andika yang belum mengerti.
"Ya…yang lucu jalan kita ini… tapi inilah jalan kita, jalan yang kadang-kadang kita merasa lelah, tapi kadang-kadang terasa indah. Jalan yang penuh dengan aneka keunikan dan ragam. Disana ada cinta, canda dan tawa, disana ada keseriusan dan cita-cita. Jalan yang aneh bagi orang-orang yang belum mengenal tetapi nikmat bagi mereka terjun didalamnya”.
"Akh..” ujar mas’ul lagi
"Selama kaki ini masih kuat melangkah… dan tangan ini masih mampu menggenggam…, akal ini masih jernih untuk berpikir dan jiwa ini masih dipenuhi oleh iman… maka kita tidak akan lari dari jalan ini. inilah jalan para rasul dan anbiya’, jalan sahabat dan para syuhada’. Jalan-jalan orang yang merindukan pertemuan dengan Sang Kekasihnya."
~Cerita ini hanya fiktif belaka tapi boleh ditiru karena tidak berbahaya.
Kutulis dalam rangka mencoba mengingatkan fase-fase kehidupan yang mulai menghilang dari ingatan.~
Ali Rakhman
menarik skali kisah ini. makasih pkongsian opininya..iya, boleh diteladani
ReplyDelete